Karena Madrasah Pertama itu Bernama Wanita

2 komentar

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa 4:9)
Pendidikan anak sangat disarankan dimulai sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan. Ketika sang ibu rajin beribadah, insya Allah, kelak janin yang dikandungnya akan menjadi ahli ibadah. Ketika sang ibu rajin membaca Al Qur’an, insya Allah, kelak anak yang dilahirkannyanya pun akan mencintai Al Qur’an. Ketika sang ibu sangat berhati-hati menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan, insya Allah, kelak anaknya pun akan menjadi hamba-Nya yang ikhsan.
Betapa besarnya peranan seorang wanita dalam mencetak generasi robbani. Sebagaimana visi pernikahannya untuk menjadikan rumah tangga sebagai lahan tumbuhnya generasi yang akan menegakkan panji islam. Generasi yang tumbuh dalam rumah tangga yang menjadi pusat kaderisasi terbaik.
Ketika sang anak hadir ke dunia, sebuah tugas sangat berat telah diemban di pundak seorang ibu. Tugas mendidiknya, membekalinya dengan life-skill, agar kelak anaknya siap terjun ke dunia yang berubah dengan cepatnya setiap hari. Sepuluh atau 15 tahun lagi, akan sangat berbeda kondisinya dengan masa kini.
Ketika sang anak mulai banyak bertanya, “Ini apa?”, “Itu apa?”, ”Kenapa begini?”, Kenapa begitu?”, seorang ibu dituntut untuk dapat memberikan jawaban yang terbaik. Jawaban yang tidak mematikan rasa ingin tahu anak, bahkan sebaliknya, jawaban yang membuat anak semakin terpacu untuk belajar.
Masa yang penting ini, yang disebut golden-age, masa di mana anak sangat mudah menyerap segala informasi, belajar tentang segala sesuatu. Dan ibu adalah orang yang terdekat dengan anak, yang lebih sering berinteraksi dengan anak. Menjadilah ibu sebagai sumber ilmu, pendidik pertama bagi anak-anak, yang menanamkan pondasi awal dan utama bagi generasi yang akan menjadi pemimpin masa depan ini.
Ketika anak mulai memasuki dunia sekolah, tugas ibu tak lantas menjadi tergantikan oleh sekolah. Bahkan sang ibu dituntut untuk dapat mengimbangi apa yang diajarkan di sekolah.
Peran yang demikian strategis ini, menuntut wanita untuk membekali dirinya dengan ilmu yang memadai. Maka, wanita harus terus bergerak meningkatkan kualitas dirinya. Karena, untuk mencetak generasi yang berkualitas, dibutuhkan pendidik yang berkualitas pula. Hal itu berarti, seorang wanitia tidak boleh berhenti belajar.
Anis Matta pernah mengatakan, bahwa seorang wanita itu memiliki potensi yang sangat besar, namun sayangnya, ketika ia menikah, maka potensi itu seolah-olah lenyap, menyisakan dua kata, suami dan anak. Padahal, belajar itu proses seumur hidup, long life education. Itulah yang dipesankan oleh Rasulullah dalam haditsnya “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”. Artinya, tidak lantas ketika seorang muslimah menikah, maka kesempatan menuntut ilmunya berhenti sampai di situ, dikarenakan waktu dan tenaganya habis untuk mengurus suami dan anak. Artinya, dengan atau tanpa dukungan dan fasilitas dari suami, seorang wanita harus kreatif mencipta cara untuk terus mencari ilmu, untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Wanita adalah lembaga pendidikan bila dipersiapkan, darinya akan lahir pemuda-pemuda berjiwa mulia. Duhai ukhti muslimah, teruslah mencari ilmu, bekali dirimu dengan ilmu. Ilmu yang dapat meluruskan akidah, menshahihkan ibadah, membaguskan akhlaq, meluaskan tsaqofah, membuat mandiri, tidak bergantung pada orang lain sekaligus bermanfaat bagi orang lain.
Teladanilah wanita Anshar yang tidak malu bertanya tentang masalah agama. Teladanilah para sahabiyah yang bahkan meminta kepada Rasulullah untuk diberikan kesempatan di hari tertentu khusus untuk mengajari mereka. Sehingga, akan bermunculan kembali Aisyah-Aisyah yang mempunyai pemahaman yang luas dan mendalam tentang agamanya.
Duhai ukhti muslimah, didik putra-putrimu agar mengenal Allah dan taat pada-Nya, agar gemar membaca dan menghapal kalam-Nya. Ajarkan mereka mencintai Rasulullah dan meneladani beliau. Bekali dengan akhlak imani, mencintai sesama, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. Sehingga akan bermunculan kembali Khonsa-Khonsa yang mencetak para syuhada.

Wallahu'alam bish showab.
Diana Oktaria_kafemuslimah.com

Be a Beatiful Muslimah

0 komentar

Kecantikan bagi setiap wanita mungkin merupakan sesuatu yang sangat diidamkan. Sehingga apapun akan dilakukan untuk bisa tampil cantik dan menawan hati. Bahkan bila perlu operasi plastik akan menjadi pilihan untuk mempermak wajah dan anggota tubuh yang lain.
Lalu bagaimana dengan menjadi seorang muslimah? Bagaimana menjadi seorang muslimah yang cantik? Bagi sosok muslimah, nampaknya kecantikan tidak hanya berhenti pada hidung yang mancung, pipi yang mulus, kulit yang terawat dan seabrek pesona fisik lainnya. Tetapi lebih dari itu ia harus memiliki kecantikan yang lain.
1. Cantik Jiwa
Menjadi sosok muslimah yang siap mempercantik jiwanya dengan selalu memperbarui taubat. Menyegarkan jiwanya dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena tak ada kata yang indah selain kata pasrah terhadap apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
2. Cantik Akal
Menjadi muslimah yang smart, cerdas, nyambung kalau diajak ngobrol. Oleh karena itu ia tidak boleh meninggalkan kebutuhan akal dan otak dia. Selalu update dengan pengetahuan terbaru dan bisa dengan cepat mengikuti perkembangan. Bukan muslimah yang jadul dan lowbatt. Selalu ketinggal bereaksi terhadap apapun. Menjadi followers dan tidak pernah bisa menjadi leader.
3. Cantik Diri
Pada aspek ini muslimah harus mampu berada pada dua poin besar. Antara terlalu berlebihan dengan terlalu meremehkan. Penampilan memang bukan segala-galanya, namun begitu bukan kemudia kita meremehkannya dengan memilih tampil kucel. Hendaknya pintar-pintar menempatkan diri antara berlebihan dan meremehkan. Memilih kosmetik yang berfungsi menjaga dan bukan berfungsi membuat menyolok.
Semoga bsia jadi sedikit masukan buat teman-teman muslimah.
by burhanshadiq

Antropologi Pendidikan_Manusia Sebagai Makhluk Sosial

0 komentar

BAB I: PENDAHULUAN

Sebelum kami membahas tentang manusia sebagai makhluk sosial, ada baiknya kami akan menjelaskan apa sebenarnya manusia itu dan sebagai makhluk sosial. Ada beberapa macam definisi tentang manusia antara lain :

- Manusia merupakan makhluk termulia yang diciptakan Tuhan dari segumpal darah atau tanah atau mani.

- Manusia dijadikan khalifah di atas bumi dan ditugaskan memakmurkannya, karena itu diberi kebebasan dan tanggungjawab untuk memilih dan memelihara nilai-nilai keutamaan yaitu : iman, taqwa, akhlak, akal dan amal tinggi, kesediaan menimba ilmu, ahli mencipta, menguasai naluri dan nafsu, mampu membantu dan berkreasi.Manusia adalah makhluk sosial yang berbahasa (media untuk berfikir dan berkomunikasi) sehingga mampu mencipta, belajar, bekerja, berproduksi, membedakan antara yang baik dan buruk, beriman dengan yang gaib, menahan hawa nafsu yang liar, memiliki kodrat, berusaha mengejar cita-cita idealnya, membina hubungan sosial dengan orang lain, hidup bermasyarakat dan berusaha menguasai sumber daya alam.

Ø Kepribadian manusia pada hakikatnya memiliki tiga hal pokok yaitu badan, akal dan ruh.

Manusia juga memiliki empat dimensi kehidupan yang sangat pokok, yaitu:

v Dimensi keindividualan, terjadi karena manusia oleh Tuhan diciptakan dengan potensi-potensi baik jasmaniah maupun rohaniah, terutama dianugerahi nalar atau akal. Dengan berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, manusia tumbuh dan berkembang menjadi individu yang unik dengan bantuan dari kedua orang tuanya dan lingkungan sekitarnya.

v Dimensi kesosialan, manusia terbentuk berkat kesadaran akan adanya kebutuhan bantuan dari orang lain, agar manusia dapat menjadi manusia. Sadar akan kebutuhan tersebut maka manusia memiliki perasaan wajib membalas jasa pada masyarakat dengan mengikuti norma-normanya demi kebahagiaan bersama.

v Dimensi kesusilaan, manusia terjadi karena kemampuan manusia untuk membedakan manakah yang baik dari yang buruk, yang pantas dari yang tidak pantas, yang indah dari yang jelek. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih tetapi disertai rasa tanggung jawab kepada Penciptanya, karena manusia dilahirkan dalam keadaan fitri atau suci.

v Dimensi keberagamaan, terjadi pada manusia karena pengakuannya akan Penciptanya dan perasaan wajib berbakti, malalui menyembahnya dan mengikuti perintah-perintahNya dan menghindari larangan-laranganNya.

Bila kita mendefinisikan manusia dari segala segi tak akan mampu ruang dan tempat yang kami siapkan untuk menanggungnya. Oleh karena itu kami mengambil suatu definisi singkat yang berasal dan inti definisi manusia dari segala segi itu. Definisi tersebut adalah “Manusia adalah makhluk baik dalam keadaan hidup ataupun tidak hidup yang ditandai adanya ciri-ciri dan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat itu yaitu :

1. sifat ingin mempertahankan diri
2. sifat tertarik pada sesuatu
3. sifat tertolak dari sesuatu

BAB II: MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dari sejak lahir sampai meninggal dunia manusia perlu bantuan atau kerjasama orang lain. Kita juga mengetahui dengan sangat pasti bahwa di antara semua ciptaan, manusia menempati kedudukan “istimewa”. Keistimewaan manusia itu terletak pada kemampuannya untuk berpikir, berkehendak, dan merasa. Dengan pikirannya, manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan dan mengembangkan dirinya. Dengan kehendaknya, manusia dapat mengerahkan perilakunya agar sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku sehingga tercipta ketentraman dalam masyarakat. Selanjutnya, dengan perasaanya, manusia dapat mencapai kesenangan dan ketentraman dalam hidup bersama dengan orang lain.

Manusia sebagai makhluk yang lemah juga membutuhkan akan adanya tempat mereka mencari sumber kekuatan dalam kehidupan yang hanya dapat terpenuhi melalui sang Pencipta. Manusia takkan berdaya tanpa adanya bantuan dari Allah baik secara individu maupun kelompok, alam sekitar baik hewan ataupun tumbuhan. Sebab itu manusia pada kodratnya adalah makhluk sosial. Artinya mau tidak mau, harus berhubungan (berinteraksi) dengan pihak lain (Allah SWT, manusia yang lain dan alam sekitar). Agar dapat hidup, berkembang, tumbuh dan mencapai hidupnya,

Selain sebagai makhluk sosial, manusia juga sebagai makhluk jasmani dan rohani. Sebagai makhluk jasmani, dan rohani, manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan, seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, ketenangan, kesejahteraan, dan kebutuhan lain. Aneka ragam kebutuhan itu hanya dapat dipenuhi bersama dan melalui orang lain. Kita mendapatkan pengetahuan dari guru dan pendidik. Kita menerima penghiburan rohani dari para alim ulama, pendeta, bikhu, dan pemuka agama. Kita mendapatkan pengobatan dari perawat dan dokter.

Dari uraian itulah, maka jelaslah bahwa tak seorang pun dapat hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, yang bilamana diibaratkan bagaikan sebuah pulau terpencil di tengah lautan (no man is an island), melainkan selalu terlibat dengan kelompok

Dengan demikian, sebagai anggota suatu kelompok/masyarakat, sadar atau tidak kita senantiasa dipengaruhi oleh kelompok dimana kita menjadi anggotanya. Dengan kata lain, kelompok atau masyarakat mempengaruhi cara dan pola hidup kita, seperti cara berpikir, bertindak, berpakaian, makan dan apa yang kita makan, kebiasaan, keyakinan dan nilai-nilai yang kita anut.


BAB III: KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian kami di atas, maka kami dapat menarik kesimpulan mengenai manusia sebagai makhluk sosial. Dimana di dalam setiap kehidupan peranan manusia terhadap manusia lainnya saling berikatan dan saling membutuhkan, karena setiap manusia tidak akan dapat melangsungkan kehidupannya tanpa bantuan dari orang lain. Dan itu memang sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Adapun beberapa alasan yang membuat mengapa setiap manusia saling membutuhkan yaitu adanya kebutuhan setiap individu yang berbeda, setiap individu perlu berkomunikasi dengan orang lain dan bekerja sama baik di dalam lingkungan pribadi maupun masyarakat secara luas.

DAFTAR PUSTAKA

Hamid Abu, dkk. 1981. Diktat Antropologi Sosial. Ujung Pandang : Ikatan Kekerabatan Antropologi (IKA) Fak. Ilmu-ilmu Sosial Budaya Univ. Hasanuddin.
Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antaropologi. Jakarta : Aksara Baru.
Satmoko, Retno, S. 1995. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.
Sitorus, M. 1996. Sosiologi SMU. Jakarta : Erlangga.

Tulisan 'perdana' di blog ku.. ^^

0 komentar

Alhamdulillah….syukur pada-Mu ya Allah…

Akhirnya sebuah blog yang begitu sederhana yang beberapa bulan terkahir ini memenuhi salah satu ruang dalam kepalaku sebagai akibat aktivitas keluar masuk blog orang –blogwalking- bisa terwujud juga. Walaupun dengan bentuknya yang masih begitu sederhana sesuai dengan kapasitas sang pemilik yang masih begitu terbatas.Tidak ingin melewatkan mengucap ‘bismillahirrahmanirrahim’ ditulisan pertama saya di blog ini. Teringat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa “setiap urusan yang tidak dimulai dengan bismillahirrahmanirrahiim, maka terputuslah berkahnya” (dari Tafsir Ibnu Katsir).

“ucapkan basmalah setiap melakukan apapun untuk mendapat limpahan kasih Allah. Agar senantiasa mendapat keridhaan-Nya dan kedamaian di setiap langkah kita”.

Kini punya tempat corat-coret-moret,hehee..

Mudah-mudahan kehadiran blog ini bisa bermanfaat bagi saya, kami, dan kita semua..

Amiin..