Temanku,...Dulu,...

8 komentar

Tasengiro kapang pinra pappojikku lao ri idi,
ta lao temmapesabbi limbang tasi malowang
apakah kamu mengira bahwa rasa sukaku kepadamu menjadi berubah
kamu pergi tanpa pamit melintasi lautan yang luas

Bismillah,..
Kalimat itu kubaca sore kemarin dari seorang temanku,..duluu,.. kutanyakan maksudnya apa dan dia membalasnya “idi’mi tu missengi’ ndi”. Maka kuurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut khawatir pertanyaan dan jawaban itu akan semakin mengarah pada hal yang tidak kuharapkan. Serta merta ingatan berputar ke beberapa tahun yang telah lalu di masa-masa awal menjejakkan kaki di sebuah tempat bernama kampus.

Seingatku, di awal semester saya dan teman ini tak ada yang berbeda dengan saat saya bersama teman-teman yang lain. Berkumpul bersama di kelas menunggu dosen, bercerita mengenai apapun mulai dari hobi, asal daerah, sampai masa-masa SMA yang baru saja terlewati. Saya kurang ingat awalnya seperti apa sampai kami akhirnya sering pulang bareng, pulang barengnya dalam artian jalan bersama –dengan teman-teman yang lain juga- dari ruang kuliah yang letaknya agak di belakang sampe ke jalan raya tempat kami menunggu pete’-pete’ (sebutan angkot jika di Makassar) untuk pulang ke rumah masing-masing. Pulang bersamanya sebatas itu saja karena arah rumah kami berbeda hingga angkot yang kami naiki juga berbeda. Tak jarang jika saya masih ada urusan dengan dosen maka tanpa  saya meminta pun dia selalu menunggui saya hingga urusan saya selesai dan kami pulang bersama yang ini kadang hanya saya dan dia karena teman yang lain sering pulang duluan. Maka pernah di suatu sore setelah selesai kuliah, kami mampir ke warung depan kampus membeli minum dan tanpa sengaja bertemu teman yang berbeda jurusan. Melihat kami berdua spontan dikatakannya ‘yaaaah *menyebutkan nama saya*, itu pacar kamu yaaah????’ reaksi saya pertama? Salah tingkah laah kemudian tertawa ndak jelas kemudian berkata tegas ‘bukan, dia teman saya’. ia yang baru saja selesai membayar minumannya bertanya, ‘ada apa?’ kujawab saja ‘itu tadi teman saya nanya apa kamu pacar saya? lantas kujawab saja bukan, kamu itu temanku. Bahkan kamu kurasa seperti adikku’ kukatakan sambil mengucek rambutnya sedikit. Ia hanya tersenyum.

Begitulah kami melewati masa-masa awal menjadi mahasiswa, sering kuingatkan mengenai jadwal dan tugas-tugas kuliah, tapi bukan hanya ke dia hampir ke seluruh teman sekelas saya juga melakukan hal yang sama. Mungkin karena peralihan dari masa SMA yang serba jelas ke masa transisi menjadi mahasiswa masih sering terjadi teman saya lupa jadwal kuliah, ruangannya dimana, dosennya siapa dan tugasnya apa saja. Maka hampir selama menjadi mahasiswa saya menjadi reminder bagi mereka karena mungkin saya menjadi terbiasa dengan jabatan baru tersebut dan kelas terasa lebih terstruktur dengan cara demikian. Mendekati masa-masa PPL kemudian KKN maka seolah berhentilah jabatan tersebut kujalani tanpa SK pemberhentian sebagaimana awalnya jabatan tersebut kujalani pun tanpa SK pengangkatan. Hal tersebut di kemudian hari menjadi salah satu hal yang kurindukan,.. jabatan sebagai reminder bagi teman-temanku,..

Kembali pada temanku tadi,.. sejauh pada waktu itu yaa semuanya berjalan baik, masuk kuliah rajin walau kadang sering telat padahal semalam udah diingetin. Tugas tak pernah alpa walau kadang suka kocar kacir dulu, nilai juga lumayanlah karena ditunjang dengan kedua hal tadi. Pernah di suatu kesempatan saat pulang selepas kuliah kukatakan, “kamu lucu,.. selalu bisa membuat orang lain termasuk saya tertawa ntah dengan sesuatu yang benar-benar lucu atau karena gayamu saat menyampaikan hal yang sesungguhnya tidak lucu”. Dijawabnya “oh yaa??? Saya lucu??? Tapi jangan samakan saya dengan badut karena saya tidak ingin dibayar untuk menjadi lucu atau membuat orang lain tertawa”. Suara hehehe dariku menutup pembicaraan singkat kala itu.

Memasuki tahun kedua, saya mulai belajar sesuatu yang bernama “organisasi”, masuk ke dalamnya secara perlahan sambil memulai sesuatu baru lainnya yaitu “menuntut ilmu dien”. Ketiga hal tersebut: kuliah, organisasi, ngaji sangat kunikmati dan serius insyaAllah melakukannya. Naaah karena adanya penambahan rutinitas itu maka saya dan teman itupun mulai jarang pulang bersama karena selepas kuliah saya mulai ada kegiatan, jarang berkumpul berbincang dengan teman saat menunggu dosen, dan beberapa hal lainnya yang mau tak mau saya belajar menggunakan skala prioritas. Semakin hari mulai terasa ada yang aneh seiring dengan ilmu yang saya dapatkan pula di tempat ngaji. Maka suatu hari saya merenung lama, rasanya apa yang saya lakukan selama ini ‘sedikit’ berlebihan khususnya kepada teman laki-laki saya khususnya di teman tadi. Maka kuputuskan untuk bersikap sebagaimana batas-batas seharusnya, menghindari kesempatan untuk pulang bersama, mengingatkan hal-hal seputar kuliah saja tidak boleh keluar dari area itu dan mengurangi kesempatan untuk terlalu akrab dengan teman lelaki lainnya.

Tidak lama atas perubahan haluan tersebut sepertinya si teman mulai merasa ada yang berbeda dengan saya. beberapa kali menanyakan ada apa, kujawab singkat dan jelas dengan kata tak ada. Tapi sepertinya melalui pengamatannya ia bisa memahami apa yang membuat saya menurutnya ‘berubah’. Meihat saya disibukkan dengan belajar berorganisasi dan belajar agama secara lebih intens, sepertinya ia bisa menyimpulkan sendiri. Maka dari situ kami mulai menemukan kesibukan kami masing-masing, saya dengan apa yang kini kujalani, dia dengan apa yang dijalaninya. Bisa kulihat ia telah menemukan teman-teman baru dan gaya pertemanan baru, sedikit banyak mulai terlihat ketidak hadiran pada beberapa mata kuliah, tugas yang tidak masuk, nilai yang mulai menurun. Pernah suatu ketika mungkin di akhir semester karena prihatin dengan semua penurunan yang dialaminya, kutanyakanlah “kenapa semuanya terlihat berantakan?”, dijawabnya “karena kamu tidak lagi perduli padaku”. Kaget tiada terkira dengan jawaban semacam itu, kuputuskan untuk tidak melanjutkan ke sms selanjutnya. Berusaha tidak perduli karena kurasa bukan karena saya penyebabnya tapi karena dia sendiri yang tidak ingin melakukan hal terbaik untuk dirinya. Kelanjutannya suatu hari kakaknya menghubungi saya dan menanyakan ada apa dengan adiknya, kelihatan jauh lebih malas dan sering uring-uringan jika berada di rumah. Kusampaikan sejauh mana hal yang kuketahui dan patut diketahui oleh kakaknya.

Berlepas dari itu semua, waktu terus digulirkan oleh Sang Pemilik Waktu. Tahun demi tahun kulewati tanpa merubah keputusan yang dulu telah kusepakati dengan diriku sendiri. Selepas hal-hal itu pula si teman mulai dijodoh-jodohkan *jenis permainan tidak jelas dikalangan manusia khususnya remaja* dengan salah satu teman sekelas saya. Apa yang terjadi denganku??? Tak ada… biasa saja, malah kuanggap rasa ‘aneh’ yang dulu itu hanya hipotesis ku saja dan hal tersebut semakin memantapkan langkah saya dengan apa yang selama ini kulewati. Saya semakin tersibukkan dengan hal-hal yang telah saya katakan di atas yang akhirnya keseriusan saya berkuliah membuahkan hasil di akhir jabatan sebagai mahasiswa. Karena pada saat wisuda Alhamdulillah bisa menjadi MapRes tingkat jurusan dan Fakultas. Man Jadda Wa jada.. J

Di suatu semester akhirnya si teman pun terumumkan sedang berpacaran dengan seorang senior saya (heran juga sih awalnya, soalnya dijodoh-jodohkan ke siapaa pacarannya ke siapaa),.. hmmm kadang kaum pria suka aneh. Setelah itu saya tidak lagi mengikuti perkembangan yang terjadi di kalangan teman-teman karena pada akhirnya kami mulai tersibukkan dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang mengharuskan kita mempraktekkan apa yang selama ini kita peroleh selama di bangku kuliah dalam kurun waktu 2 bulan di sebuah sekolah yang telah ditentukan. Berhubung jurusan saya adalah Pendidikan Luar Biasa maka kami PPLnya yaa di sekolah Luar Biasa (SLB). Tempat saya waktu itu adalah SLB Neg. Pembina TK. Provinsi Sulawesi-Selatan, salah satu SLB Negeri yang ada di Makassar.

Selepas PPL, tak berapa lama program Kuliah Kerja Nyata (KKN) sudah di depan mata. Ini adalah mata kuliah terakhir sebelum bertemu dengan skripsweet alias skripsi. Naaah pada masa pengurusan KKN ini, intensitas bertemu teman seangkatan kembali meningkat apalagi selama 2 bulan jarang bertemu seolah ada rasa ‘rindu’ yang menuntut untuk dituntaskan. Bertemu teman kembali, tertawa bersama di bawah pohon, kesana-kemari tak tentu arah karena kami tidak lagi terikat dengan ruang kuliah. Hmmmmm sweet momet ^^

Naaah di masa-masa itulah saya pun sering bertemu dengan si teman,.. phisicly tak ada yang berubah dan di awal-awal pertemuan selepas PPL itu merasa canggung untuk bertukar sapa ataupun tersenyum. Namun tidak berlangsung lama karena pada saat menjelang pemberangkatan KKN, di suatu hari saat kami diberi pengarahan atau pembekalan sebelum berangkat ke daerah masing-masing si teman sempat membuka pembicaraan.
Si teman: “bagaimana, sudah siap ber KKN?”,
kujawab “insyaAllah”
Si teman: “oh yaaa hati-hatilah, apalagi baru kali ini kamu berada jauh dari orangtuamu. Kata orang-orang, biasanya sepulang KKN ada yang berubah lho, maka jilbab yang kau gunakan berangkat nanti, usahakan adalah jilbab yang sama yang kau gunakan pulang nanti. Untuk menandakan bahwa tidak ada yang berubah”
saya: melongo oneng!!!!!!!!!!!!!

Hari-hari menjelang keberangkatan tentu dipenuhi dengan persiapan menuju daerah yang telah ditentukan tersebut. Saat itu saya ditempatkan di sebuah kabupaten bernama Pinrang. Di sebuah pagi, sebuah sms masuk ke inbox ku dengan nama si teman tertera di layar. Isi sms tersebut adalah “uddani ka ri idi’”. Cuma tertawa konyol dan kubiarkan saja seperti itu, takut melakukan hal yang salah.

Mmmmmmm kupersingkat cerita, karena untuk masa KKN ada tempat dan masa tersendiri untuk bercerita tentang tiga huruf tersebut. Dengan si teman???? Kembali digulirkan waktu baik saya maupun si teman.

Hmmmm ceritanya dah kepanjangan niih kurasa, pada akhirnya sampailah kalimat kemarin sore itu yang kemudian kutuangkan di sini dan mengorek sedikit cerita tentang si teman. Entah apa maksud ini semua,.. yaaaah seperti itulah sedikit cerita tentang si teman. Kesimpulan akhirnya kuserahkan pada para pembaca sekalian sajaah :D


Minjem ke Mr. Gugel

Translate Bugis-Indonesia:
idi’mi tu missengi’ ndi = hanya kamu yang tahu itu de’
uddani ka ri idi’ = saya merindukan kamu

Tidak Seharusnya 'Ikatan' Itu Menyakiti

8 komentar

Yaaah,..tidak seharusnya ikatan itu menyakitkan. Karna ia bukan ikatan di kakimu yang akan menghalangi gerak langkahmu, bukan pula ikatan di tanganmu hingga membuatku kesulitan menggapai apa yau inginkan, terlebih bukan ikatan di lehermu yang membuatku tercekik, tak mampu bernafas dan lebih parah adalah membuatmu mati. Ia adalah ikatan pertemanan,… ikatan yang seharusnya tidak menyakitimu, bahkan sebaliknya seharusnya membuat hari-harimu penuh warna.

Ikatan pertemanan bagiku bukan sesuatu yang biasa bukan pula terlalu luar biasa karena masih ada ikatan yang lebih di atas ikatan pertemanan,..yaitu ikatan ukhuwah,..yang kesemuanya seharusnya tidak akan menyakitimu.
Tak ingin menganggapnya biasa, tak juga luar biasa. Tidak memperlakukannya secara biasa, tidak juga luar biasa, karena yang kuakui sebagai ikatan luar biasa adalah ikatan antara Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan shahabat-shahabatnya, ikatan yang tak tertandingi di bumi manusia.

Bagiku ikatan pertemanan itu memiliki kadarnya masing-masing, bukan berarti ada pembeda antara teman yang ini dan yang itu namun hatimu lebih tahu kemana ia merasa nyaman membicarakan hal-hal tertentu. Yaaah karena kita berteman dengan hati bukan sekedar dengan lisan. Maka wajar bagiku jika setiap teman memiliki ruangnya masing-masing di hati, ukuran dan tempatnya mungkin bisa berbeda tapi kuyakinkan bahwa kita tetap adalah teman yang akan memperlakukan secara baik satu sama lain, saling membantu, saling mendukung,.

Tak jarang dalam pertemanan pun bukan hanya yang manis saja yang akan kau cicipi, karna tak jarang asam, masam hingga pahitnya harus kau kecap karna itulah rasa keseluruhan dari sebuah pertemanan. Jika hati ini kadang meringis saat menemukan pahit itu maka yakinlah masih ada rasa manis lain yang terserak yang menunggumu. Jangan biarkan itu membuatmu semakin memperkecil ukuran ruangannya di hatimu.
Jika di suatu saat kau menemukan dirimu menjadi obyek candaan temanmu yang mungkin bagi mereka itu hanyalah sekedar candaan, bersenang-senang menurut mereka,.. sabarkanlah hatimu karena mungkin mereka sedang tidak bisa memposisikan diri jika berada di posisimu. Padahal kita semua memiliki rasa yang sama, mencari kenyamanan. Kembali lagi karena kita berteman dengan hati maka sekali lagi sabarkanlah hatimu.

Lantas jangan tanyakan mengenai apa itu sahabat,.. karena bagiku menyandingkan kata sahabat pada seseorang bukanlah hal mudah. Terlalu dini jika kukatakan kau adalah sahabatku karena hingga kini pun saya masih bergelut dengan diriku bagaimana berteman melalui hati, bukan sekedar melalui lisan. Karena kau tahu??? Berteman melalui hati itu sulit apalagi menyandingkan kata sahabat pada nama seseorang di antara teman-temanmu.

Berteman itu tidak menyakiti, seperti yang melingkar di kaki, tangan maupun lehermu yang membuatmu kesakitan. Tidak menyakiti melalui sikap dan tindakan, terlebih melalui kata. Karena bagiku, lebih menyakitkan jika itu berasal dari kata yang engkau ucapkan, itu akan langsung masuk ke telinga, tersimpan dalam memori dan menembus hingga ke hati.

(nasihat untuk diri sendiri, menata ulang pertemanan ini).