BAB I
PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI

1. PENGERTIAN PSIKOLOGI
Menurut bahasa, “psikologi“ berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “Psyche“ yang diartikan sebagai “jiwa” dan kata “logos” yang artinya “ilmu” atau “ilmu pengetahuan”. Maka dari pengertian dari dua kata tersebut “psikologi” sering diartikan sebagai “ilmu pengetahuan tentang jiwa” atau “ilmu jiwa”.
Psikologi juga mempunyai sifat-sifat yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan pada umumnya. Karena itu psikologi mempunyai :
 Obyek tertentu
 Metode penyelidikan tertentu
 Sistematik yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap obyeknya.
Menurut Aristoteles ada 3 macam jiwa, yaitu :
1. anima vegetativa, jiwa yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan.
2. anima sentivita, jiwa yang terdapat pada hewan.
3. anima intelektiva, jiwa yang terdapat pada manusia.
Namun definisi dari psikologi sendiri memiliki banyak pengertian hingga dapat saya simpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kondisi kejiwaan seseorang baik secara aktivitas maupun tingkah laku walaupun sebenarnya jiwa seseorang itu tidak tampak atau kasat mata maka untuk mengadakan observasi dapat dilihat melalui peristiwa-peristiwa atau aktivitas yang merupakan wujud dari jiwa itu sendiri.

2. LETAK PSIKOLOGI DALAM SISTEMTIKA ILMU PENGETAHUAN
Psikologi muncul dalam ilmu pengetahuan karena psikologi memisahkan diri dari filsafat karena dirasakan filsafat sebagai suatu ilmu dirasakan kurang dalam memenuhi kebutuhan manusia. Dalam pendirian psikologi tidak terlepas dari peranan dan jasa dari Wilhelm Wundt yang mendirikan laboratorium psikologi yang pertama-tama pada tahun 1879 untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa kejiwaan secara eksperimental.
Dengan perkembangan ini lambat laun psikologi yang tadinya bersifat filosofik menjadi psikologi yang bersifat empirik. Karena itu pula maka psikologi sebagai suatu ilmu telah berdiri sendiri, tidak lagi menjadi begian dari ilmu-ilmu yang lain.

3. HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN ILMU-ILMU YANG LAIN
Psikologi sebagai ilmu yang meneropong atau mempelajari keadaan manusia khususnya keadaan kejiwaannya tentu saja juga memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu lain yang berkaitan yang sama-sama memiliki obyek kajian yang sama pula yaitu “MANUSIA”. Ilmu-ilmu itu antara lain biologi, sosiologi, filsafat dan ilmu pengetahuan alam. 
a. Hubungan Psikologi dengan Biologi
Biologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan dan semua benda hidup menjadi obyek kajian biologi. Oleh karena itu biologi berobyekan benda-benda hidup, maka cukup banyak ilmu yang saling bekaitan di dalamnya. Oleh karena itu baik biologi maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia. Sekalipun kedua ilmu itu meninjau manusia dari sudut yang berlainan, namun pada segi-segi tertentu kadang-kadang kedua ilmu itu ada titik-titik pertemuan atau persamaan. Biologi, khususnya antropobiologi tidak mempelajari tentang proses-proses kejiwaan, dan inilah yang dipelajari di dalam psikologi.
b. Hubungan Psikologi dengan Sosiologi
Manusia sebagai makhluk sosial juga menjadi obyek dari sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manusia, mempelajari manusia di dalam hidup bermasyarakat. Sedangkan psikologi juga membicarakan tentang manusia, maka diantara kedua ilmu ini sudah tentu saja pada titik-titik tertentu terdapat kesamaan atau pertemuan di dalam meninjau manusia sebagai obyek kajiannya. Tinjauan sosiolgi di titik beratkan pada manusia hidup bermasyarakat sedangkan psikologi pada tingkah laku manusia itu sendiri sebagai wujud manifestasi dari kejiwaannya.
c. Hubungan Psikologi dengan Filsafat
Walaupun psikologi telah memisahkan diri dari filsafat, namun di dalam obyek kajian kedua ilmu tersebut masih saja masih ada beberapa sudut pemahaman yang sama terutama mengenai hal-hal yang menyangkut sifat hakekat kodrat manusia, tujuan hidup manusia dan sebagainya.
d. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam sendiri memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan psikologi. Karena mengalami perkembangan pesat setelah lepas dari filsafat maka ilmu pengetahuan alam dijadikan contoh perkembangan oleh ilmu-ilmu lainnya termasuk psikologi, khusunya metode ilmu pengetahuan alam mempengaruhi perkembangan metode dalam psikologi. 

4. RUANG LINGKUP PSIKOLOGI
Dilihat dari segi obyeknya, psikologi dapat dibedakan dalam dua golongan besar, yaitu :
a. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia,
b. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan, yang umumnya lebih tegas disebut dengan psikologi hewan.
Selain itu ada juga yang dikenal dengan psikologi umum dan psikologi khusus.
 Psikologi umum
 Psikologi khusus. Psikologi khusus ini ada bermacam-macam, antara lain :
Psikologi perkembangan
Psikologi sosial
Psikologi pendidikan
Psikologi kepribadian dan tipologi
Psikopatologi
Psikologi kriminil
Psikologi perusahaan

5. METODE-METODE PENYELIDIKAN DALAM PSIKOLOGI
Dalam psikologi diterapkan beberapa metode yang dipergunakan oleh ilmu-ilmu yang lain namun tentu saja disesuaikan dengan obyek kajian dari psikologi itu sendiri. metode-metode tersebut ialah :
- Metode longitudinal
- Metode cross-sectional
- Metode Introspeksi
- Metode Introspeksi Eksperimental
- Metode ekstrospeksi
- Metode Kuesioner
- Metode Interview
- Metode Biografi
- Metode Analisis Karya
- Metode Klinis
- Metode Eksperimen
- Metode Testing
- Metode Statistik

BAB II
MANUSIA DAN LINGKUNGANNYA

1. PENGANTAR
Manusia sebagai makhluk hidup merupakan makhluk ciptaan yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup lain, yang dibekali dengan akal pikiran dan budi pekerti. Manusia juga mendapatkan pengaruh yang cukup besar dari lingkungan sekitarnya, yang terikat oleh hukm-hukum alam, manusia juga dipengaruhi oleh kemampuan-kemampuan atau potensi yang ada dalam diri setiap manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk hidup, merupakan makhluk yang dinamik dalam pengertian bahwa manusia selalu mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan-nya. Namun tanpa disadari, yang tidak mengalami perubahan adalah perubahan itu sendiri.

2. MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA
Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada diri manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan-perubahan baik secara fisiologik maupun psikologis. Dalam terjadinya perubahan itu ada beberapa teori-teori yang menentukan dalam perkembangan manusia, yaitu :
Teori Nativisme ( Schopen Haeur )
Teori Empirisme ( John Locke )
Teori Konvergensi ( William Stern )
Teori ini merupakan gabungan (konvergensi) dari kedua teori sebelumnya, yaitu suatu teori yang menyatakan bahwa baik pengalaman maupun pembawaan itu masing-masing memeiliki peranan penting dalam diri setiap individu.
Dari beberapa teori di atas dapat dikemukakan bahwa perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor pembawaan (dasar) atau faktor endogen, dan oleh faktor keadaan atau lingkungan atau faktor eksogen.

3. FAKTOR ENDOGEN DAN FAKTOR EKSOGEN
Faktor endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga kelahiran. Jadi faktor endogen merupakan faktor keturunan atau faktor pembawaan.
Faktor eksogen adalah faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Sekalipun pengaruh individu tidak seperti pengaruh pendidikan, namun tidak dapat dipisahkan dan dipungkiri bahwa peranan lingkungan cukup besar dalam setiap perkembangan individu.

4. HUBUNGAN INDIVIDU DENGAN LINGKUNGANNYA
Telah diketahui bahwa lingkungan memiliki peranan terhadap perkembangan setiap individu. Oleh karena itu lingkungan secara garis besar dapat dibedakan yaitu :
Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam. Lingkungan alam yang berbeda dapat memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu.
Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat. Keadaan masyarakat sekitar akan memberikan pengaruh tertentu terhadap perkembangan individu. Lingkungan sosial biasa dibedakan menurut :
Lingkungan sosial primer
Lingkungan sosial sekunder
Melihat adanya berbagai macam kondisi lingkungan, ada sikap yang lakukan oleh individu itu sendiri yaitu :
1). Individu menolak atau menentang lingkungannya
2). Individu menerima lingkungannya
3). Individu bersifat netral

BAB III
PERISTIWA-PERISTIWA KEJIWAAN

1. PENGANTAR
Telah diketahui bersama bahwa manusia merupakan makhluk yang berjiwa dan kehidupan kejiwaan itu direfleksikan dalam tingkah laku dan aktivitas manusia. Mengenai kekuatan atau kemampuan jiwa manusia telah dibedakan adanya tiga golongan besar yaitu :
1. Kemampuan manusia menerima stimulus dari luar. Kemampuan ini       berhubungan dengan pengenalan (kognisi).
2. Kemampuan manusia untuk melahirkan apa yang terjadi dalam jiwanya. Kemampuan ini berhubungan dengan motif kemauan (konasi).
3. Kemampuan manusia untuk mengekspresikan perasaannya. Kemampuan ini berhubungan dengan perasaan (emosi)
Walaupun kemampuan jiwa manusia itu digolong-golongkan, namun haruslah selalu diingat bahwa jiwa manusia itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena jiwa merupakan suatu kebulatan dan totalitas, yang walaupun dipisah-pisahkan akan tetapi selalu berhubung-hubungan.

2. PENGAMATAN
Individu mengenal dunia sekitarnya dengan menggunakan alat inderanya. Agar individu dapat menyadari sesuatu, adanya beberapa syarat yang perlu dipenuhi, yaitu :
1. Obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau stimulus
2. Alat indera atau reseptor yang baik
3. Perhatian seseorang terhadap sesuatu agar dapat timbul suatu pengamatan terhadap sesuatu. Namun syarat-sayarat untuk suatu pengamatan, yaitu :
a. Fisik atau kealaman
b. Fisiologik
c. Psikologik

Secara disadari atau tidak, lingkungan sekitar setiap individu selalu memberikan stimulus kepada individu terebut, namun tidak semua stimulus itu dapat ditanggapi dengan respon oleh individu tersebut. Hanya stimulus yang menarik setiap individu saja yang bisa memberikan respons.
Pengamatan sendiri dapat dilakukan dengan beberapa alat indera yaitu :
Pengamatan melalui indera penglihatan
Pengamatan melalui indera pendengaran
Pengamatan melalui indera pencium
Pengamatan melalui indera pengecap
Pengamatan melalui indera kulit
A. Perhatian
Untuk menghasilkan suatu pengamatan, terlebih dahulu akan timbul sebuah perhatian dari suatu obyek yang akan diamati. Perhatian sendiri merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan obyek. Perhatian juga dapat dikatakan sebagai penyeleksian terhadap setiap stimulus yang diterima oleh masing-masing individu. “Attention may be defined either as the selective characteristic of the mental life”. Naumn tidak menutup kemungkinan tidak semua stimulus yang diterima dapat diamati oleh setiap individu. Dapat tidaknya diamati sesuatu stimulus tergantung kepada tingkat kekuatan stimulus itu sendiri dan individu yang bersangkutan.
Dengan demikian stimulus bukanlah merupakan satu-satunya faktor hingga terjadi pengamatan. Stimulus hanya merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatau pengamatan.
Perhatian itu sendiri ada beberapa macam sesuai dari segi mana perhatian itu dapat ditinjau. Ditinjau dari segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian tidak spontan.
Perhatian spontan, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, timbul dengan cara yang spontan dan terjadi begitu saja.
Perhatian tidak spontan, yaitu perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja karena adanya kemauan untuk menimbulkannya.
Dilihat dari jumlah obyek yang dicakup oleh perhatian pada suatu waktu, maka perhatian dibedakan atas:
Perhatian sempit, yaitu perhatian di mana individu pada suatu waktu, hanya dapat memperhatikan jumlah obyek yang sedikit atau terbatas.
Perhatian yang luas, yaitu di mana individu dapat memperhatikan banyak obyek dalam waktu yang bersamaan.
Perhatian juga dapat dibedakan atas perhatian terusat dan perhatian yang terbagi-bagi.
Perhatian yang terpusat, yaitu perhatian di mana individu pada suatu waktu hanya dapat memusatkan perhatiannya pada sesuatu obyek.
Perhatian yang terbagi-terbagi, yaitu perhatian di mana individu pada suatau waktu dapat memperhatikan banyak hal atau obyek.
Dilihat dari fluktuasi perhatian, perhatian dibedakan atas :
Perhatian yang statik, yaitu macam perhatian di mana individu dalam waktu tertentu dapat dengan statistik atau tetap perhatiaannya tertuju kepada obyek tertentu.
Perhatian yang dinamik, yaitu macam perhatian di mana individu dapat memindhkan perhatiannya secara lincah dari suatu obyek ke obyek lainnya.
B. Stimulus
Seperti telah dipaparkan di atas bahwa banyak stimulus yang diterima oleh individu namun hanya yang menarik individu saja yang hasilnya memberikan respon. Ini dikarenakan karena kekuatan dari setiap stimulus juga berbeda. Sehingga bagaimana pun besanya perhatian individu terhadap stimulus tersebut, stimulus tidak akan dapat diamati atau disadari oleh individu.
Maka ada yang namanya batas minimal kekuatan stimulus atau ambang stimulus atau ambang absolut sebelah bawah, ambang perbedaan, dan ambang terminal atau ambang absolut sebelah atas. batas minimal kekuatan stimulus atau ambang stimulus atau ambang absolut sebelah bawah adalah kekuatan stimulus minimal yang dapat disadari oleh individu, kurang dari kekuatan itu maka individu tidak dapat menyadari stimulus itu. Ambang perbedaan adalah suatu ukuran sampai sejauh mana kemampuan individu membedakan stimulus satu dengan yang lain. Ambang terminal atau ambang absolut sebelah atas adalah kekuatan stimulus maksimal, di mana kekuatan stimulus yang ada di atasnya sudah tidak dapat disadari lagi.

3. BAYANGAN
Bayangan adalah mempresentasikan keadaan yang telah dialami oleh seseorang terhadap suatu obyek. Bayangan biasa juga disebut dengan tanggapan. Sebelum memberikan tanggapan terhadap apa yang terjadi, terlebih dahulu akan terjadi suatu pengamatan di mana di dalam proses mengamati terjadi gambaran pengamatan dalam jiwa seseorang. Manusia mempunyai kemampuan-kemampuan lain di samping kemampuan untuk mengadakan pengamatan, yaitu kemampuan membayangkan atau menanggap kemabli hal-hal yang telah diamatinya itu.
Karena adanya kemampuan ini, makanya dalam proses menanggap atau membayangkan kembali merupakan representasi, yaitu membayangkan kembali atau menimbulkan kembali gambaran-gambaran yang terjadi pada waktu pengamatan. Antara pengamatan dan tanggapan mempunyai perbedaan satu dengan yang lain, yaitu :
1. Pada pengamatan dibutuhkan adanya obyek yang diamati dan ini akan menimbulkan gambaran pengamatan sedangkan pada tanggapan tidak dibutuhkan adanya obyek.
2. Oleh karena pengamatan terikat akan adanya obyek, maka pengamatan akan terikat pada waktu dan tempat. Pada tanggapan orang dapat terlepas dari soal waktu dan tempat.
3. Pengamatan berlangsung selama stimulus itu bekerja dan selama perhatian tertuju padanya, sedangkan tanggapan berlangsung selama perhatian tertuju kepada membayangkan itu.
A. Bayangan Eidetik
Bayangan eidetik diketemukan oleh Urbantschnitsh yang kemudian diselidiki lebih lanjut oleh Erich dan Walter Jaensch yang digunakan dalam ajaran karakterologi. Bayangan eidetik sendiri adalah bayangan yang sangat terang, sangat jelas seperti menghadapi obyeknya sendiri. tetapi apabila orang tidak dapat membedakan pengamatan dengan bayangan, amak orang akan mengalami halusinasi. Bayangan seperti ini lebih banyak ditemukan pada kalangan anak-anak, namun tidak menutu kemungkinan dialami oleh sebagian orang dewasa.
Menurut Erich dan Walter Jaensch bayangan eidetik ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Tipe T (tetanoide)
2. Tipe B (basedoide)
B. Halusinasi dan Bayangan Eidetik
Halusinasi terjadi seolah-olah orang yang merasakannya menrima sesuatu stimulus yang sebenarnya secara obyektif stimulus itu tidak ada. Pada halusinasi terjadi bayangan yang jelas seperti pada pengamatan. Pada bayangan eidetik tidak demikian halnya, pada bayangan ini, individu tahu dan sadar bahwa stimulus pada waktu itu tidak ada, sekalipun bayangannya sangat jelas.
C. Reproduksi dan Asosiasi
Individu dapat mengamati sesuatu yang ada di sekitarnya, dan hasil dari pengamatan tersimpan dalam jiwanya, bilamana diperlukan dapat ditimbulkan kembali dalam alam kesadaran. Cara untuk menimbulkannya kembali ialah :
Menurut kemauan individu
Tidak menurut kemauan individu
Pada umumnya bayangan satu berhubungan atau bertautan dengan bayangan yang lain. Bila ini terjadi maka terjadilah yang dinamakan asosiasi antara bayangan yang satu dengan bayangan yang lain. Kekuatan untuk menguhubungkan kedua bayangan itu disebut kekuatan untuk mengadakan asosiasi. Pada umumnya bayangan yang saling berhubungan satu dengan lainnya saling menimbulkan kembali atau saling mereproduksi. Dalam hal asosiasi adanya beberapa hukum yang berlaku pula bagi reproduksi, sehingga hukum itu sering dikenal sebagai hukum asosiasi-reproduksi. Aliran lama mengakui adanya 4 macam hukum asosiasi-reproduksi, yaitu :
1. Hukum sama waktu
2. Hukum berturut-turut
3. Hukum persamaan
4. Hukum berlawanan
Namun menurut aliran psikologi modern yang demikian itu tidak dapat dipertahankan lagi dan hanya mengemukakan satu hukum yaitu hukum kontiguitas yang isinya “bahwa bila bayangan-bayangan itu telah berhubungan atau besentuhan maka terjadilah asosiasi di antara bayangan-bayangan itu.

4. FANTASI
Fantasi adalah kemampuan jiwa yang dimiliki oleh setiap orang untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau bayangan-bayangan baru yang tujuannya untuk membayangkan sesuatu yang lebih baik. Fantasi sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Secara disadari, yaitu apabila individu betul-betul menyadari akan fantasinya.
2. Secara tidak disadari, yaitu bila individu tidak secara sadar telah dituntun oleh fantasinya.
Tujuan dari fantasi yaitu untuk menimbulkan sesuatu atau hal-hal yang baru. Fantasi juga memiliki suatu keuntungan dan kerugian. Keuntungannya yaitu fantasi bisa menimbulkan motivasi yang bisa mendorong orang tersebut untuk mencapai apa yang diinginkannya. Sedangkan kerugiannya bila terlalu banyak berfantasi bisa menyebabkan orang yang berfantasi itu pikirannya jauh dari dunia nyata.
A. Macam-macam Fantasi
Ada beberapa jenis-jenis dari fantasi nemun seringkali orang tidak dapat membedakan antara fantasi yang menciptakan dan fantasi yang dipimpin. Padahal fantasi merupakan aktivitas yang menciptakan.
- Fantasi yang menciptakan
- Fantasi yang dituntun atau yang dipimpin
Berdasarkan caranya berfantasi, fantasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
- Fantasi yang mengabstraksi
- Fantasi yang mendeterminasi
- Fantasi yang mengkombinasi
Sebenarnya fantasi bila dibandingkan dengan kemampuan-kemampuan jiwa yang lain, fantasi sendiri lebih bersifat obyektif. Dan bayangan yang ditimbulkan karena fantasi disebut bayangan fantasi. Bayangan fantasi tentu saja berlainan dengan bayangan pengamatan, karena bayangan pengamatan merupakan hasil dari pengamatan sedangkan bayangan fantasi adalah hasil dari fantasi.
Di dalam fantasi juga dikenal istilah daya fantasi di mana daya fantasi sebagai hasil atau wujud dari fantasi. Di mana daya fantasi memiliki kaitan erat dengan fantasi karena semakin tinggi daya fantasi seseorang maka semakin besar usaha untuk mewujudkan fantasi tersebut. Orang yang memiliki kecerdasan yang tinggi, juga memiliki tingkat fantasi yang tinggi pula. Dan daya fantasi juga bisa menentukan tingkat kecerdasan.
B. Test Fantasi
Untuk mengetahui tingkat kemampuan setiap individu dalam berfantasi, pada umumnya dipergunakan test fantasi. Test itu ialah :
1. Test TAT
2. Test kemustahilan
3. Heilbroner Wirsma Test
4. Test Rorschach

5. INGATAN
Pada umumnya para ahli memandang ingatan sebagai hubungan pengalaman dengan masa lampau. Karena adanya kemampuan ini, maka manusia membuktikan bahwa manusia mampu menyimpan dan menimbulkan kemabli apa yang telah pernah dialaminya. Namun tidak semua yang telah dialaminya dapat diingat atau ditimbulkan kembali. Karena itu ingatan merupakan kemampuan yang terbatas.
Seperti yang telah dikemukakan tadi bahwa ingatan itu berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang telah lampau. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa apa yang diingat merupakan hal yang pernah dialami dan diamati. Dengan demikian, ingatan itu tidak hanya kemampuan untuk menyimpan apa yang telah pernah dilamani saja, tetapi juga termasuk kemampuan untuk menerima, menyimpan, dan menimbulkan kembali.
Maka dari itu dapat dikemukakan bahwa ingatan merupakan kemampuan jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal lampau.
A. Fungsi Memasukkan
Seperti yang telah dikemukakan di atas yang disimpan dalam alam kejiwaan ini adalah hal-hal yang pernah dialami dan ini dapat dibedakan atas dua cara yaitu :
1. Dengan cara tidak sengaja
2. Dengan cara sengaja
Berdasarkan atas penyelidikan-penyelidikan ternyata kemampuan individu dalam memasukkan apa yang diamatinya terdapat perbedaan satu dengan yang lain. Cepat atau lambat orang memasukkan apa yang diamati, merupakan sifat ingatan yang berhubungan dengan daya memasukkan. Selain cepat atau lambatnya orang memasukkan apa yang dipelajari atau diamatinya, orang juga berbeda dalam hal sedikit banyaknya materi atau hal-hal yang dapat dimasukkannya. Banyaknya materi yang dapat diingat atau dapat dimasukkan hingga cukup baik untuk dapat diingat kembali ini merupakan “memory span”.
B. Fungsi Menyimpan
Fungsi kedua dari ingatan ialah mengenai penyimpanan (retention). Seperti diketahui bahwa setiap proses belajar akan menimbulkan jejak-jejak (traces) dalam jiwa seseorang, dan “traces” ini untuk sementara disimpan dalam ingatannya yang pada suatu waktu dapat ditimbulkan kembali. “Traces” atau jejak-jejak ini yang disebut “memory traces”.
Walaupun setiap orang sudah memiliki “memory traces’, orang tersebut masih mungkin mengalami kelupaan. Karena “memory traces” itu tidak dapat tinggal dengan baik, karena pada suatu waktu dapat hilang.
Sehubungan dengan fungsi penyimpanan, ada juga kendala yang timbul yaitu mengenai interval atau jarak antara memasukkan dan menimbulkan kembali. Masalah interval ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Lama interval, yaitu menunjukkan tentang lamanya waktu yang digunakan antara pemasukan bahan (act of learning) sampai ditimbulkannya kembali bahan itu.
2. Isi interval, yaitu aktivitas-aktivitas yang terdapat atau yang mengisi interval.
Sehubungan dengan masalah interval ini, ada dua teori mengenai kelupaan yang berasal dari lama interval maupun pada isi interval. Teori tersebut, ialah :
1. Teori Atropi
2. Teori Interferensi
Cepat lambatnya kelupaan tidak sama dalam semua situasi dan tidak selalu pula terjadi pada individu yang sama. Artinya bagi setiap individu akan lekas pula terhadap sesuatu hal atau keadaan, tetapi sukar melupakan sesuatu hal atau keadaan lain, begitu pula yang terjadi dengan situasinya.
C. Fungsi Menimbulkan Kembali
Fungsi dari menimbulkan kembali adalah kemampuan untuk menimbulkan kembali hal-hal yang disimpan dalam ingatan. Dalam hal ini dibedakan menjadi dua macam :
1. Mengingat kembali (to recall)
2. Mengenal kembali (to recognize)
Namun tak jarang ingatan manusia kadang-kadang tidak dapat tepat seperti apa adanya, tidak lengkap, bahkan sering yang ditimbulkan kembali tidak cocok sama sekali dengan keadaan sebenarnya sehingga apa yang ditimbulkan merupakan hal yang palsu. Ada beberapa sebab yang menjadi pemicunya, antara lain :
1. cara memasukkan apa yang diamati kurang tepat karena adanya kecorobohan pada saat mengamati obyek itu.
2. retensi yang kurang baik
3. gangguan dalam mengeluarkan kembali.
D. Cara Penyelidikan Ingatan
Untuk menyelidiki tentang ingatan, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu :
- Metode mempelajari (the learning method)
- Metode mempelajari kembali (the relearning method)
- Metode rekonstruksi
- Metode mengenal kembali
- Metode mengingat kembali
- Metode asosiasi berpasangan

6. BERFIKIR
Manusia sebagai makhluk yang berkehidupan kompleks, berilmu pengetahuan dan kebudayaan menghadapi berbagai macam permasalahan hidup yang kompleks pula. Bertolak dari hal itu, maka manusia mendayagunakan akal fikirannya untuk berfikir dalam memecahkan persoalan dan permasalahan hidup.
Secara umum berfikir adalah kegiatan yang dilakukan yang secara kasat mata tidak kelihatan namun hasil dari berfikir itu sendiri bisa dilihat secara langsung. Namun apakah definisi dari berfikir itu sendiri ? Berfikir adalah suatu kegiatan yang tidak kelihatan secara langsung yang dilakukan oleh tiap-tiap individu untuk memecahkan atau menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Dari definisi itu bisa diketahui bahwa tujuan dari berfikir adalah untuk memecahkan atau menyelesaikan suatu permasalahan.
Di dalam proses berfikir orang menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lain untuk mendapatkan pemecahan persoalan yang dihadapi. Pengertian-pengertian itu merupakan bahan atau materi yang digunakan dalam proses berfikir. Pengertian-pengertian itu dapat dinyatakan dengan kata-kata, gambar, simbol-simbol atau bentuk-bentuk lain.
A. Cara Memperoleh Pengertian
Ada beberapa cara untuk memperoleh pengertian, yaitu :
1. Pengertian yang diperoleh dengan tidak sengaja (pengertian pengalaman).
2. Pengertian yang diperoleh dengan kesengajaan (pengertian ilmiah).
Prosedur untuk memperoleh pengertian dibagi ke dalam beberapa tingkatan, yaitu:
a. Tingkat menganalisa
b. Tingkat mengadakan komperasi
c. Tingkat mengadakan abstraksi
d. Tingkat kesimpulan
B. Isi dan Luas Pengertian
Isi pengertian adalah sifat-sifat atau tanda-tanda yang membentuk pengertian, sedangkan luas pengertian adalah hal-hal atau pengertian-pengertian yang tercakup dalam suatu pengertian. Isi dan luas pengertian mempunyai hubungan satu dengan yang lain. Hubungan antara keduanya yang berbanding terbalik, artinya makin luas sesuatu pengertian maka makin kurang isinya begitu pun sebaliknya. Di samping itu pengertian dapat dibedakan atas :
a. Pengertian konkrit (menciptakan keadaan berfikir secara konkrit).
b. Pengetian abstrak (menciptakan keadaan berfikir secara abstark).
Dari mengkombinasikan/menggabungkan beberapa pengertian akan menimbulkan pengertian baru yang selanjutnya menjadi pengertian baru, hukum atau suatu prinsip. Di dalam proses berfikir juga tidak senantiasa berjalan dengan mudah akan tetapi selalu ada hambatan-hambatan baik ringan (mudah) maupun berat (rumit). Hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam proses berfikir dapat disebabkan antara lain karena :
1. Data yang ada masih kurang sempurna.
2. Data-data yang ada dalam keadaan “confuse” (bertentangan).
C. Insight
Insight adalah cara pemecahan masalah yang menggunakan suatu pengertian atau pedoman untuk memecahkan atau menuntun dalam pemecahan masalah tersebut. Namun ada juga yang tidak menggunakan insight, yang hanya menggunakan cara coba-coba saja.
D. Cara Penarikan Kesimpulan
Dalam menarik kesimpulan orang dapat melakukannya dengan berbagai cara, yaitu :
- Kesimpulan yang ditarik atas dasar analogi (persamaan)
- Kesimpulan yang ditarik atas cara induktif
- Kesimpulan yang ditarik atas cara deduktif
Bentuk penarikan kesimpulan dengan cara deduktif misalnya dengan silogisme yang di dalamnya didapati 3 pendapat, yaitu :
a. Pendapat pertama yang mengandung pengertian umum (premis mayor).
b. Pendapat kedua yang mengandung pengertian khusus (premis minor).
c. Pendapat ketiga yang mengandung kesimpulan.

7. PERASAAN DAN EMOSI
Perasaan dan emosi merupakan salah satu sifat setiap organisme yang menandakan sebagai suatu keadaan diri organsime tersebut. Misalnya rasa senang, haru, gembira, dan sedih. Sehingga perasaan itu disifatkan sebagai suatu kedaan jiwa seseorang sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa baik dari luar maupun dari dalam yang mempengaruhi individu itu yang menyebabkan goncangan-goncangan dalam dirinya. Namun reaksi yang ditimbulkan akibat perasaan itu berbeda-beda satu dengan lainnya karena adanya beberapa sifat tertentu :
1. Perasaan berhubungan dengan peristiwa pengenalan atau pengamatan.
2. Perasaan bersifat subyektif.
3. Tingkatan dari perasaan itu sendiri berbeda-beda.

Seperti diketahui bahwa perasaan itu muncul karena adanya stimulus baik dari luar maunpun dari dalam, namun ada kalanya sesuatu keadaan tidak menimbulkan perasaan apapun. Karena perasaan selain tergantung kepada stimulus, juga bergantung pada beberapa hal :
a. Keadaan jasmani individu
b. Keadaan dasar individu
c. Keadaan individu pada sesuatu waktu
A. Tiga Dimensi Perasaan Menurut Wundt
Menurut W. Wundt selain perasaan senang dan sedih yang dialami individu, maih ada dimensi lain dari perasaan itu sendiri.
1. Dimensi pertama yaitu perasaaan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
2. Dimensi kedua yaitu perasaan itu dapat dialami sebagai suatu hal yang “excited” atau sebagai “innert feeling”.
3. Dimensi ketiga yaitu perasaan yang dialami oleh individu yang dibarengi dengan tingkah laku perbuatan yang nampak.
Sehubungan dengan soal waktu dan perasaan, Stern juga membedakan perasaan menjadi 3 golongan yaitu :
Perasaan-perasaan presens
Perasaan-perasaan yang menjangkau maju
Perasaan-perasaan yang berhubungan dengan waktu-waktu yang telah terjadi.
B. Emosi dan Gejala-gejala Kejasmanian
Adanya hubungan antara emosi dan gejala-gejala kejasmanian ini dibuktikan bila seseorang mengalami emosi, pada individu itu akan terdapat perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya.
C. Beberapa Teori Perasaan
Karena adanya hubungan antara gejalakejasmanian dan emosi, baik itu emosi yang menimbulkan gejala kejasmnian ataupun sebaliknya, maka ada beberapa pendapat mengenai hal itu walaupun beberapa pendapat itu saling bertentangan. Sehingga menimbulkan teori-teori dalam emosi, yaitu :
1. Teori sentral, menurut teori ini kejasmanian merupakan satu akibat dari emosi yang dialami oleh indivdu.
2. Teori perifir, menurut teori ini gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, melainkan emosi yang dialami individu merupakan akibat dari gejala kejasmanian.
3. Teori kepribadian, menurut teori ini emosi merupakan suatu aktivitas pribadi.
D. Macam-macam Perasaan
Max Scheler membagi 4 macam tingakatan dalam perasaan, yaitu :
1. Perasaan tingkat sensoris
2. Perasaan kehidupan vitals
3. Perasaan kejiwaan
4. Perasaan kepribadian
Di samping itu, Kohnstamm memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut :
1. Perasaan keinderaan
2. Perasaan kejiwaan

8. M O T I F
Motif diartikan sebagai suatu kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat. Motif bisa terjadi karena setiap organisme bisa melakukan tindakan selain terikat oleh faktor-faktor yang datang dari luar dirinya. Motif ini juga tertuju pada satu tujuan tertentu. Namun demikian ada pula perbuatan yang tidak didorong oleh motif, di mana perbuatan itu berlangsung secara otomatik.
Perbuatan organime dapat dibedakan menjadi :
a. Perbuatan yang refleksif, yaitu perbuatan yang terjadi tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan.
b. Perbuatan yang disadari, yaitu perbuatan yang terjadi atas dasar adanya motif dari individu bersangkutan.
Namun dari dua perbuatan organisme di atas, ada juga perbuatan yang semula tidak adanya motif tapi dapat meningkat kepada perbuatan yang bermotif.
A. Asal dan Perkembangan Motif
Di dalam hidupnya manusia sebagai makhluk hidup mengalami perkembangan. Perkembangan ini berhubungan dengan masalah kemasakan (maturation), latihan dan proses belajar. Hal ini juga mempengaruhi motif setiap individu. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa sewaktu individu dilahirkan ia telah membawa dorongan-dorongan atau motif-motif tertentu, terutama yang berhubungan dengan kelangsungan hidupnya.
Walaupun motif sudah ada sejak manusia lahir, namun motif itu sendiri juga mengalami perkembangan sehingga ada yang disebut motif alami (natural) yang merupakan motif dasar individu, dan ada motif yang diperoleh melalui pengalaman prose belajar yang didapatkan melalui motif-motif yang dipelajari (learned motives).
B. Macam-Macam Motif
Menurut Kuypers motif itu terdiri dari motif biologik, motif sosiologik dan motif teologik. Di mana motif biologik ialah motif untuk kelangsungan hidup manusia sebagai organisme. Motif sosiologik ialah motif untuk mendorong manusia untuk mengadakan hubungan dengan manusia lainnya, karena manusia merupakan makhluk sosial. Dan motif teologik ialah motif yang mendorong manusia untuk mengadakan hubungan dengan Tuhan.
Di samping itu menurut Woodwoorth dan Marquis, motif itu dibedakan atas :
a. Motif yang berhubungan dengan kebutuhan jasmanian (organic needs).
b. Motif darurat (emergency motives).
c. Motif obyektif (obyectif motives).
C. Kekuatan Motif
Suatu motif dikatakan kuat apabila motif itu dapat mengalahkan kekuatan motif yang lain. Berhubungan dengan pernyataan itu ada beberapa eksperimen atau percobaan yang dilakukan untuk mengetahuinya. Di mana hasil dari eksperimen atau percobaan itu menunjukkan bahwa secara relatif “”maternal motive” lebih kuat bila dibandingkan dengan motif-motif lainnya. Metode yang digunakan dalam eksperimen atau percobaan ini ialah metode dengan menggunakan kuesioner untuk menuyusun motif apakah yang kuat yang berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Dan ternyata motif yang relatif kuat itu ialah motif lapar, motif cinta kepada keturunan, kesehatan dan seks.
D. Konflik Motif
Tak jarang ditemui adanya motif yang bertentangan antara satu dengan lainnya. Pertentangan inilah yang dinamakan konflik motif. Dan konflik motif itu terjadi bilamana adanya beberapa tujuan yangingin dicapai dalam waktu yang bersamaan. Bila individu mengalami beberapa macam motif dalam satu waktu, kemungkinan respons yang dapat diambil, yaitu :
a. Pemilihan atau penolakan
b. Kompromi
c. Meragu-ragukan (bimbang)
Tetapi ada juga cara lain yang dapat ditempuh yaitu dengan menangguhkan persoalannya untuk sementara waktu, hingga individu bisa menghadapi obyeknya dengan tenang dan individu akan dituntun oleh kata hatinya untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat. Keputusan yang diambil berdasarkan kata hatinya memiliki beberapa sifat-sifat tertentu, yaitu :
a. Sifatnya lebih tradisional
b. Bersifat subyektif
c. Dalam pengambilan keputusan fikirn tidak ambil bagian dalam keputusan itu melainkan kata hatinyalah yang keluar dari lubuk hatinya sendiri.

9. INTELEGENSI
Perkataan intelegensi berasal dari bahasa Latin “Intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to bind together). Pengetian intelegensi sendiri memberikan bermacam-macam arti bagi para ahli, salah satunya menurut Panitia istilah Pedagogik yang dimaksud dengan intelegensi ialah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempegunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya (Stern) (Kamus Paedagogik, 1953)
Seseorang dianggap intelek bila responsnya terhadap sesuatu atau stimulus merupakan respons yang baik terhadap stimulus yang diterimanya tadi. Untuk memberikan respons yang tepat, organisme harus memiliki lebih banyak hubungan stimulus dan respons, dan hal tersebut dapat diperoleh dari hasil pengamatan yang diperolehnya dan hasil respons-respons yang telah lalu.
Freeman memandang intelegensi sebagai :
1. Capacity to integrate axperiences and to meet a new situation by means of appropiate and andapive responses (kapasitas untuk mengintegrasikan pengalaman dan untuk melihat suatu situasi baru atas tanggapan adaptif yang sesuai).
2. Capacity to learn (kapasitas untuk belajar).
3. Capacity to perform tasks regarded by psychologists as intelectual (Kapasitas untuk melaksanakan tugas yang diberikani oleh psikolog).
4. Capacity to carry on abstract thingking (Kapasitas untuk memcoba berfikir abstrak). (Freeman, 1959).
A. Faktor-Faktor dalam Intelegensi
Menurut Thorndike dengan teori multi faktornya bahwa intelegensi itu tersusun dari beberapa faktor yang terdiri dari elemen-elemen, dan tiap-tiap elemen terdiri dari atom, tiap-tiap atom merupakan hubungan stimulus-respons. Jadi suatu aktivitas adalah merupakan kumpulan dari atom-atom aktivitas yang berkombinasi antara satu dengan lainnya.
Menurut Spearman intelegensi itu mengandung 2 macam faktor yaitu :
1. “General ability” (faktor G).
2. “Spesial ability” (faktor S).
Burt mempunyai pandangan lain mengenai pandangan dari Sperman. Menurut Burt di samping G ability dan S ability masih terdapat faktor lain lagi yaitu “common ability” atau “common factor”. Jadi menurut Burt dalam intelegensi terdapat 3 macam faktor yaitu faktor G, faktor S, dan faktor C.
Thurstone mempunyai pandangan lain lagi. Menurutnya dalam intelegeni adanya faktor-faktor primer yang merupakan “group factor”. Di mana dari faktor-faktor itulah berkombinsai satu dengan lainnya hingga menghasilkan tindakan atau perbuatan yang inteligen.
B. Pengungkapan Inteligensi
Ada beberapa pandangan mengenai tingkat intelegensi setia individu seperti
Pandangan pertama berpendapat bahwa perbedaan intelegensi satu dengan lainnya itu memang secara kualitatif berbeda, jadi pada dasarnya memang berbeda. Sedangkan yang kuantitatif berpendapat bahwa perbedaan intelegensi satu dengan lainnya hanyalah bersifat kuantitatif, jadi semata-mata karena perbedaan materi yang diterima atau karena perbedaan proses belajarnya.
Tujuan dari diadakannya test intelegensi ialah untuk mengungkap taraf intelegni individu yang ditest, karena sudah pasti setiap individu memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda namun kita tidak mengetahui berapa tingkatnya itu. Maka dari itu diadakanlah tet ini agar bisa menilai atau mengukur tingkat intelegensi seseorang. Test ini ditemukan oleh Binet.
***
Di atas adalah salah satu tugas mata kuliah pengantar psikologi di semester awal. Tugas ini sangat sederhana bahkan salah satu kekurangannya bahwa saya lupa mencantumkan daftar pustakanya. Namun di luar itu semua mudah-mudahan bisa membawa manfaat . . .

0 komentar:

Posting Komentar

G berkomentar G rameee,...yuuuuk silahkaan ^^